Muslim Takmir Masjid

Alzeiraldy Idzhar Ghifary
4 min readJun 23, 2023

--

Masjid SNAB Untirta

Ketika Rasulullah hijrah dari Mekkah ke Madinah, begitu tiba, hal pertama yang dilakukan adalah membangun masjid kemudian pasar. Pasar dibangun dalam rangka membangun kekuatan ekonomi umat serta mengalihkan pusat ekonomi dari genggaman kaum Yahudi kepada kaum Muslimin. Lalu, mengapa Rasulullah membuat masjid (Masjid Quba) di masa awal kedatangannya di kota Madinah?

Zuhairi Misrawi, dalam buku Madinah menjelaskan bahwa langkah yang diambil Nabi memiliki makna yang mendalam. Ketika itu berbagai macam permasalahan kenegaraan, pendidikan, hingga persidangan, ikut diselesaikan di masjid. Termasuk tempat penerimaan duta negara lain, pertemuan pemimpin Islam, hingga madrasah, atau dalam istilah Al-Mubarakfuri: Universitas tempat kaum muslimin menggali ilmu dan ajaran-ajaran Islam. Bisa dikatakan masjid bukan hanya tempat membangun spiritualitas dengan Allah Swt. tapi juga pusat aktivitas umat Islam.

Selain itu semua, masjid menjadi tempat tinggal para muhajirin yang tak memiliki rumah, miskin, tidak memiliki harta, dan keluarga. Ini menunjukkan betapa keberadaan masjid menjadi hal berharga bagi kaum mustadafin dhuafa wal masakin yang tidak mendapatkan kehidupan layak. Keberadaan masjid bak oase di gurun pasir yang menjadi tempat berteduh di tengah kekalutan dan kehidupan tidak menyenangkan yang mereka alami.

Sementara itu, Ali Abdul Halim manyatakan bagaimana pentingnya peran masjid dalam memperkokoh pembangunan masyarakat Islam. "Masjid berperan memperkokoh pada jiwa nilai-nilai yang ditanamkan oleh keluarga di dalam rumah. Masjid juga menumbuhkembangkan dan mengarahkan nilai-nilai itu untuk mewujudkan tujuan besar pada masyarakat muslim secara keseluruhan. Tujuan itu adalah memberi petunjuk (hidayah) kepada manusia ke arah kebenaran, kebaikan, dan segala yang membuat mereka bahagia di dunia dan akhirat."

Kelurga muslim berperan melahirkan anak-anak, memelihara mereka, menanamkan nilai-nilai kebaikan serta menghalau keburukan dari jiwa mereka. Keluarga kemudian mengantarkan anak-anak ke masjid agar sempurna pembinaan dan penempaan mereka. Jika di rumah tempat mengajari anak-anak, maka di masjid mengajari anak-anak sekaligus orang-orang dewasa.

Meretas Jalan Kejayaan

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai." (QS. An-Nur 24: Ayat 55)

Berangkat dari ayat di atas, Muhammad Ash-Shallabi dalam Fiqih Tamkin menyampaikan syarat untuk mencapai tamkin (kejayaan) adalah iman dan amal saleh. Iman artinya mempercayai dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dalam kehidupan. Tidak dikatakan beriman seseorang jika yang diyakini dan diucapkan berlainan dengan apa yang dikerjakan. Seperti halnya ketika seorang muslim meyakini beriman pada Allah namun menyembah pada selain-Nya atau menduakan kedudukan Allah. Maka dari itu, wujud dari adanya iman adalah amal saleh, yakni mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Di masjid seorang muslim dapat membangun pondasi iman, atau aspek transenden yang bersifat keilahian. Setiap muslim dapat menghadap kepada Allah, minimal lima kali dalam sehari. Peribadahan tersebut dilakukan di masjid secara kolektif (jama’ah), dengan tujuan membangun semangat kebersamaan dan solidaritas di antara sesama umat Islam. Puncaknya, ibadah salat yang dilakukan setiap muslim diniscayakan dapat membangun sikap tawakal, yaitu sikap yang dapat membangun kepercayaan semakin kuat dan sempurna kepada Allah Swt.

Masjid juga menjadi sarana penempaan umat Islam untuk disiplin dan teratur. Jika seorang muadzin mengumandangkan lafadz 'Allahu Akbar' seluruh kaum Muslimin meninggalkan segala yang dikerjakan seraya menuju ke masjid. Karena seruan tersebut datang dari Allah dan memenuhinya berarti memenuhi seruan Allah Swt. Allah lebih agung dari segala pekerjaan, segala urusan, dan lebih agung dari siapa pun. Tidak boleh ada sesuatu yang memalingkan muslim dari memenuhi seruan-Nya.

Membangun Peradaban Masjid

Menurut Kuntowijoyo, masjid merupakan lingkaran makna yang mempersatukan konfigurasi budaya umat Islam, mempersatukan aspek-aspek budaya menjadi kesatuan yang koheren atau saling menguatkan. Jika masjid dijadikan sebagai tema yang mempersatukan, maksudnya Nabi ingin secara jelas menyampaikan dengan lambang yang konkrit, eksistensial, sekaligus struktural, tidak hanya esensi dan abstraksi.

Kuntowijoyo juga mengatakan bahwa di dunia ini hanya ada dua peradaban, yaitu peradaban berbasis masjid dan perdaban berbasis pasar. Jika di pasar orang diukur kehormatannya dari materi, maka di masjid orang diukur kehormatannya dengan derajat takwa. Tetapi kita bukan bermaksud untuk mendikotomikan keduanya, sebab Islam sebagai agama yang syamil kamil wal mutakkamil ajarannya mencakup seluruh aspek dalam kehidupan, baik politik, sosial, ekonomi, budaya, dan lain sebagainya.

Rasulullah juga menyampaikan di beberapa hadist mengenai pentingnya pasar, perdagangan, dan interaksi penjual-pembeli. Melakukan aktivitas di pasar itu boleh dan baik dengan syarat jujur, tidak curang, melakukan tipu daya, melakukan sumpah palsu, tidak menjual barang yang dilarang, atau memonopoli. Penjelasan mengenai baiknya pasar itulah yang kini menjadi diskursus dalam dunia ekonomi syariah.

Mengutip apa yang disampaikan Ustadz Muhammad Jazir, ketua Dewan Syuro Masjid Jogokariyan dalam ceramahnya, bahwa peradaban masjid meliputi: pusat ilmu, pusat ibadah, pusat informasi masyarakat, tempat menerima tamu, pusat pengumpulan ZIS (zakat, infak, sedekah), tempat mengatur kegiatan masyarakat, pusat pertologan umat, dan tempat penyelesaian sengketa. Disinilah peran para Takmir untuk memakmurkan masjid dengan beragam kegiatan yang kreatif dan inovatif.

Dengan melakukan pemberdayaan masjid, umat Islam dapat membangun peradaban masjid yang menjadi landasan mencapai kejayaan yang dicita-citakan. Iman jika dikaitkan amal hasilnya kepemimpinan, dan jika iman dikaitkan ilmu hasilnya kemuliaan. Masjid bisa menjadi basis pembentukan iman, ilmu, dan amal. Lewat ritual peribadahan di masjid umat Islam membentuk iman, melalui kajian-kajian mendapatkan ilmu, dan melalui musyawarah rutin yang dilakukan kaum Muslimin sedang beramal, dengan segenap tenaga, waktu, materi, dan pikirannya.

Dalam sejarah Islam masjid sering menjadi simbol kejayaan, seperti Hagia Sophia yang menjadi simbol penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Muhammad Al-Fatih. Pada masa keemasan Islam, kekhalifahan pun tak hanya membangun istana dan pusat intelektual, tapi juga berlomba-lomba membangun masjid. Dinasti Abbasiyah di Baghdad bangga memiliki Masjid Samarra, Dinasti Umayyah membangun Masjid Cordoba, dan Dinasti Fatimiyah memiliki Masjid Al-Azhar. Karena itu, mari kita kembali ke masjid, cerdaskan umat, dan luruskan kiblat bangsa. Membangun peradaban masjid untuk menggapai cita-cita kejayaan.

--

--

Alzeiraldy Idzhar Ghifary
Alzeiraldy Idzhar Ghifary

Written by Alzeiraldy Idzhar Ghifary

"Jangan berhenti tangan mendayung, nanti arus membawa hanyut" –M. Natsir

No responses yet